4.6.23

Makna dan Ritual Bersih Desa serta Respon di Kalangan Masyarakat

Makna dan Ritual Bersih Desa serta Respon di Kalangan Masyarakat



Penelitian ini bertujuan mengetahui dan mengerti bahwa Kediri mempunyai keanekaragaman tradisi atau ritual yang hingga sekarang ada dan tetap dipertahankan oleh masyarakat khususnya warga masyarakat Desa Sekoto, Pare, Kediri, yaitu ritual bersih desa. Bersih desa adalah ritual turun temurun yang dilaksanakan tiap tahun di bulan Suro (Muharram) sebagai ungkapan penghormatan dan terima kasih kepada danyang yang telah membabat desa. Pluralitas masyarakat Sekoto dengan adanya beragam organisasi keagamaan, seperti NU, Muhammadiyah, Sapto Darmo, dan Lembaga Dakwah Islam Indonesia membuat ritual bersih desa mendapat respon dari kalangan masyarakat yang berbeda organisasi tersebut. Penelitian ini menunjukkan bahwa bersih desa mempunyai makna yang sangat berarti bagi masyarakat Sekoto yang meyakini. Kelompok yang meyakini ini adalah pengikut organisasi NU dan Sapto Darmo dengan asumsi dalam bersih desa ada dua nilai yaitu nilai Islami (mengirim do’a untuk yang sudah meninggal) dan nilai karakteristik Jawa (unggah-ungguh). Makna yang ada adalah makna kosmologi dan makna simbolik yaitu bagi warga masyarakat bahwa bersih desa sarana untuk menghormati nenek moyang dengan mengingat dan datang ke makam tiap tahun sebagai ungkapan kesungguhan sikap terhadap yang ”kudus” (danyang) sehingga sebagai bentuk kesungguhannya mereka membawa sesaji dengan harapan bahwa keinginan atau hajat akan dikabulkan oleh Allah dengan danyang sebagai perantara karena dianggap sebagai orang yang mempunyai kelebihan sehingga lebih dekat dengan Allah. Meskipun demikian, dalam bersih desa juga terjadi pergeseran makna ke arah kesantrian karena sekarang pada pelaksanaannya unsur-unsur keislaman lebih dominan (hadrah, semaan Qur’an, dan pengajian) dibanding unsur-unsur kejawen dan mistis. Selain mempunyai makna, bersih desa juga mempunyai fungsi, yaitu sebagai transfer pendidikan dan ruang integrasi. Fungsi transfer pendidikan yaitu mengenalkan tradisi yang sudah lama untuk terus dilestarikan oleh kalangan anak muda agar mereka tahu bahwa di desa ada danyang yang telah berjasa membangun desa. Sedangkan fungsi sebagai ruang integrasi adalah saat berkumpul di semua acara dalam rangkaian ritual terjadi kohesi sosial (silaturahim) dan integrasi tatkala suasana yang tercipta dengan obrolan-obrolan ringan sehingga terjalinnya suasana santai yang memberi ruang relasi antara mereka yang selama ini terpisah. Respon untuk yang tidak meyakini datang dari Muhammadiyah dan LDII. Pendapatnya adalah ritual itu percaya kekuatan selain Allah yaitu danyang untuk meminta, sehingga menganggap bahwa acara berdoa di makam danyang (nyadran) adalah syirik. Meskipun demikian, ada beberapa keluarga Muhammadiyah yang berpartisipasi yaitu saat pengajian dengan pendapat bahwa pengajian mengkaji ajaran Islam sehingga perlu untuk datang.

The purpose of this research is to know about the process, the meaning, and response of bersih desa in Sekoto’s society. Bersih desa is an annual ritual in Sekoto. The purpose of this ritual is to respect and to memorize the danyang (the founding of village). Ritual of bersih desa in Sekoto has several meanings; functions; and response depends on the person. It is because Sekoto is plural society. There are four religious organizations, that is NU (Nahdlatul ‘Ulama), Muhamadiyah, Sapto Darmo (mystic organization), and LDII (Indonesian Dakwah organization). Therefore, there are different responses, agree and disagree. Bersih desa in Sekoto has many activities, such as nyadran (visiting the danyang grave to praying), hadrah (Arabic music tradition), and pengajian. The process of bersih desa is done for three days; the first day is praying together in Balai Desa, hadrah, and semaan Qur’an. The second day is nyadran; and the last day is pengajian and wayang. There are three meanings of bersih desa for the people who believe, that is cosmological meaning, symbolic meaning, and shift of meaning (santrinisasi). The cosmological meaning is Sekoto’s society believe that the danyang is more pious and more super than ordinary people in Sekoto, and the danyang more close to God. Therefore, they argue that if we praying in danyang’s grave is acceptable. Symbolic meaning is the meaning behind the sesaji, ambengan, merang, etc. They believe that all of thing (sesaji, ambengan, merang, etc) can make their wish easier to accept by God. The last is the shift of meaning. Previously, perform of bersih desa in Sekoto has mystical and kejawen condition. Today, they change perform bersih desa more religious, such as pengajian, sema’an Qur’an, and hadrah. It is because, Sekoto’s society more pious than before. Bersih desa in Sekoto has not only meaning, but also function. There are two functions, the first transfer of knowledge. It means that the parent in Sekoto’s society tries to introduce their custom (bersih desa) to their children in order to the child have to memorize their danyang. Second, bersih desa is as an integration space. When they visit the grave, they come together to perform nyadran. It is as a place to them to tell about their activities, and place to visiting each other. Response of bersih desa comes from the people who do not agree with this ritual. Response comes from Muhamadiyah and LDII, they argue that bersih desa is the way to syirik (believe to another things beside God). The danyang is the ordinary people. He/she is same with us. Allah is the Great One. Therefore, according to them this ritual is forbidden (haram).

Kata Kunci : Ritual masyarakat Jawa ,Bersih Desa, ritual bersih desa, meaning, function, and response.

No comments:

Post a Comment